JAKARTA (Lenteratoday) – Mulai hari ini, Selasa (22/6) hingga 5 Juli mendatang, pemerintah menerapkan kebijakan penebalan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Skala Mikro (PPKM Mikro). Menanggapi hal ini, Ahli Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Unair, Dokter M Farid Dimyati Lusno, menegaskan beberapa hal yang perlu menjadi perhatian bukan hanya soal aturan, tetapi penerapannya harus lebih maksimal.

Kemarin, Senin (21/6/2021), Airlangga Hartarto Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN) menyampaikan keterangan untuk publik melalui wartawan mengenai penerapan kebijakan penebalan PPKM Mikro ini, setelah menghadiri rapat terbatas dengan Joko Widodo Presiden di Istana Negara, Jakarta. Kebijakan itu akan tertuang dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri).

Kebijakan tersebut berdasarkan konsep pelaksanaan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) berskala mikro yang diperketat dan akan berlaku mulai 22 Juni 2021 hingga 5 Juli 2021 mendatang. Demikian diungkapkan Presiden Jokowi bersama jajaran dalam rapat terbatas tentang penanganan COVID-19 yang digelar secara daring, Senin (21/6/2021).

“Terkait dengan penebalan atau penguatan PPKM mikro, arahan Bapak Presiden tadi untuk melakukan penyesuaian, jadi ini akan berlaku mulai besok tanggal 22 sampai 5 Juli, 2 minggu ke depan. Bahwa beberapa penguatan PPKM mikro nanti akan dituangkan dalam instruksi Mendagri,” kata Menko Perekonomian Airlangga Hartarto secara daring, Senin (21/6/2021).

Isi Aturan PPKM Mikro Terbaru

Pertama, pemerintah melarang kembali pelaksanaan sekolah secara tatap muka. Pemerintah kembali menerapkan sekolah daring untuk daerah zona merah dan zona lain sesuai peraturan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi.

Kedua, pemerintah menutup kembali kegiatan keagamaan hingga situasi dinyatakan aman. Kegiatan di ruang terbuka, fasilitas umum atau ruang publik pun ditutup di zona merah hingga situasi aman.

Ketiga, pemerintah melarang segala kegiatan seni-budaya yang menimbulkan kerumunan di zona merah. Pemerintah hanya memberikan kelonggaran dengan izin dibuka 25 persen untuk zona lain dengan penerapan protokol kesehatan terbatas.

Selain itu, pemerintah juga melarang kegiatan hajatan masih dibolehkan dengan catatan tanpa makan di lokasi. “Sekali lagi kegiatan hajatan ataupun kemasyarakatan paling banyak 25 persen dari kapasitas ruangan, dan tidak ada hidangan makan di tempat. Artinya makan ataupun hajat itu juga dibawa pulang,” kata Airlangga.

Pemerintah resmi menerapkan work from home (WFH) lagi selama dua minggu ke depan dengan komposisi 75 persen WFH dan 25 persen berkantor untuk zona merah. Sementara itu, zona non-merah masih dibolehkan kerja dengan konsep 50:50 dengan penerapan prokes (protokol kesehatan) ketat dan waktu kerja bergantian.

“WFH-nya kalau bisa bergiliran agar tidak ada yang melakukan perjalanan atau mobilitas ke daerah lain dan ini tentunya akan diatur lebih lanjut baik oleh K/L maupun pemerintah Daerah,” kata Airlangga.

Kemudian, zona yang tetap berjalan penuh adalah zona yang memberikan pelayanan esensial seperti kebutuhan pokok, industri pelayanan dasar, proyek vital nasional seperti apotik dan supermarket tetap berjalan 100 persen dengan protokol yang lebih ketat. Sementara itu, industri pun juga bekerja sesuai prokes. Lalu, mal dan restoran dengan kegiatan dine in diperbolehkan buka dengan maksimal 25 persen dari kapasitas. Apabila lebih dari 25 persen, pembeli diarahkan untuk take away.

Selain itu, jam operasi take away restoran kembali hingga jam 8 malam termasuk mal. “Kegiatan di pusat perbelanjaan mal ataupun pasar dan pusat perdagangan, jam operasional maksimal sampai dengan pukul 20.00 dan pembatasan pengunjung paling banyak 25% dari kapasitas,” kata Airlangga.

Terakhir, segala kegiatan pertemuan dan seminar yang dilakukan tatap muka di daerah zona merah akan dilarang. Zona lain masih diperbolehkan hanya 25 persen dari total kapasitas. “Kemudian transportasi umum dilakukan pengaturan kapasitas dan jam dan operasional oleh pemerintah daerah dengan menerapkan protokol kesehatan yang lebih ketat,” kata Airlangga.

Antara PPKM Mikro dan PSBB, Yang Penting Penerapan

Sementara menurut Ahli Kesehatan Lingkungan Unair, Farid Dimyati, PPKM Mikro atau PSBB memang sebenarnya tidak jauh berbeda. Sama-sama kebijakan untuk menekan laju penularan Covid-19. Hanya saja, kalau PSBB landasannya pada Undang-Undang 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Dengan undang-undang kewenangan ada di kepala daerah untuk menggerakkan perangkat daerah. Kalau PPKM dasarnya Inmendagri.

“Kalau instruksi saja, ya, sifatnya seperti imbauan yang tidak memaksa seperti peraturan pemerintah. Jadi kekuatannya berbeda. Saya pribadi lebih mendukung PSBB daripada penebalan PPKM Mikro. Kalau kita menilai dari kuat tidaknya, ya, lebih kuat PSBB. Sebenarnya, apapun itu kalau bisa memaksimalkan aturan yang ada, saya kira tidak ada masalah,” ujarnya

Farid menekankan, yang penting adalah penerapan aturan atau kebijakan itu secara maksimal. Sehingga dengan demikian kebijakan itu mampu betul-betul membatasi kerumunan, mobilitas masyarakat, dan potensi-potensi penularan yang lain, dan harus mengacu pada waktu penularan Covid-19 terlama, yaitu 14 hari.

Dia contohkan Wuhan yang menerapkan aturan ketat selama tiga bulan. Setelah itu, kasusnya sangat melandai. “Hari ini dalam satu kampung tidak ada yang tidak meninggal karena Covid-19. Jadi tinggal menunggu saja, sampai di rumah tangga kita. Jadi kita harus peduli,” ujarnya.

Penerapan PSBB bisa dilakukan, kata dia, diikuti dengan gotong-royong masyarakat. “Bukan kerja bakti bersama, tapi sama-sama melakukan pembatasan. Kita lihat lagi, apa ada di sekitar kita yang kekurangan makan? Karena kalau hanya pemerintah, tidak akan cukup,” ujarnya.

Penerapan PPKM Mikro, kata Farid, tidak akan berlaku efektif tanpa adanya ketegasan penerapan kebijakan ini di masyarakat. Kalau hal ini terjadi, kata dia, ekonomi sama saja akan berantakan.

Pada intinya dia sampaikan juga kepada masyarakat, beraktivitas tidak masalah yang penting tetap dengan disiplin menerapkan jaga jarak, pakai masker secara benar, dan tidak perlu takut dengan aturan seperti PPKM Mikro maupun PSBB.

“Semakin takut, imunitas masyarakat akan turun. Jadi di tengah pelaksanaan kebijakan itu, masyarakat juga harus sadar untuk saling dukung,” ujarnya.

Sementara bagi pemerintah, dia meminta ada ketegasan antara penerapan PSBB atau PPKM Mikro. Apalagi PPKM Mikro saat ini berlaku tanpa mencabut aturan PSBB Kemenkes yang berpedoman pada UU Kekarantinaan Kesehatan.

“Jadi sekarang tinggal pemerintah daerah yang bisa memutuskan. Mau memberlakukan yang mana? Wuhan kenapa bisa terkendali, karena selama 3 bulan pertama mereka melakukan PSBB secara ketat atau yang disebu lockdown. Jam malam ada, pagi ada. Kantor dan sekolah ditutup,” ujarnya.(ist)