SURABAYA (Lenteratoday) – Tenggelamnya kapal selam KRI Nanggala hingga menewaskan 53 awak kapalnya, membawa duka yang mendalam di seluruh negeri. Kejadian ini mengingatkan kembali pada sederetan kejadian kecelakaan yang terjadi pada alutsista negeri ini.
Tercatat, telah terjadi belasan kecelakaan di tubuh Tentara Nasional Indonesia (TNI), dalam kurun waktu enam tahun terakhir. Tidak kurang dari ratusan jiwa meninggal pada kecelakaan semua matra, baik angkatan darat, angkatan udara maupun angkatan laut.
Salah satu kecelakaan dengan korban paling banyak adalah jatuhnya Pesawat Hercules C-130 nomor registrasi A-1310 milik TNI Angkatan Udara (AU) di Jalan Jamin Ginting, Medan, Provinsi Sumatera Utara. Usia pesawat Hercules itu sudah uzur, mencapai 50 tahun.
Tercatat korban meninggal dalam kecelakaan pada 30 Juni 2015 itu mencapai 122 orang terdiri atas 12 awak pesawat dan 110 penumpang terdiri atas personel TNI dan keluarganya. Banyaknya penumpang itu karena mereka ingin merayakan Idul Fitri di kampung halaman.
Salah satu korban, Kapten (Pnb) Sandy Permana, pilot pesawat Hercules nahas itu merupakan lulusan terbaik Sekolah Komando Kesatuan Angkatan Udara (Sekkau) angkatan 1997.
Kepala Staf TNI AU, Marsekal Agus Supriatna menyebut saat itu penyebab kecelakaan bukan kelebihan muatan. “Jelaslah, kalau melebihi kapasitas tidak boleh diberangkatkan,” ujar Agus, melansir Antara.
Belakangan setelah ada investigasi, pemicu kecelakaan diduga kerusakan mesin. Pilot tahu mesin bagian kanan mati setelah dua menit lepas landas dari Pangkalan Udara Soewando Medan. Pesawat jatuh di kawasan pemukiman saat dalam posisi kembali ke pangkalan (return to base).
Insiden kecelakaan alutsista TNI AU lainnya adalah pesawat tempur Hawk Mk-209 nomor ekor TT 0209 di Kampar, Riau, mengenai dua rumah pada 15 Juni 2020. Pilot berhasil eject dan selamat. Sedangkan korban dari warga tidak ada. Rumah yang ditimpa pesawat dalam kondisi kosong.
Jauh sebelumnya, dua pesawat Tim Aerobik Jupiter TNI AU jatuh saat ikut pameran alutsista di Langkawi Malaysia pada 2015 silam. Empat pilot dari dua pesawat dinyatakan selamat.
Selain itu, insiden alutsista TNI Angkatan Darat (AD) mengalami kecelakaan beruntun untuk tipe sama, yakni Helikopter MI-17 di Oksibil, Papua pada 2019 dengan korban jiwa 12 orang, sedangkan pada 2020 di Kendal, Jawa Tengah lima korban jiwa. Terjadinya kecelakaan pada satu tipe alutsista ini sempat membuat pelarangan terbang Helikopter MI-17 selama proses investigasi.
Hasil investigasi untuk kecelakaan Helikopter Mi-17 di Kendal saat latihan penerbangan dipicu beberapa faktor. “Penyebab kecelakaan helikopter MI-17 adalah terdapat beberapa komponen yang kurang memenuhi standar, kemudian latihan terbang yang tidak dilaksanakan dengan manajemen yang baik,” ujar Brigjen TNI Sudarji, Ketua Tim Investigasi pada 26 Oktober 2020, seperti dilansir senuah media online.
Kecelakaan lain juga terjadi pada Helikopter Bell-205 A1 di Daerah Istimewa Yogyakarta pada 8 Juli 2016. Helikopter tua produksi Amerika Serikat pada 1977-1978 itu jatuh saat dipakai untuk tugas pengamanan kunjungan Jokowi di Yogyakarta. Setelah insiden kecelakaan yang menewaskan tiga orang itu, TNI AD menyetop operasional delapan Helikopter Bell-205 karena alasan usia.
Masih pada 2016, juga ada kecelakaan helikopter milik Pusat Penerbangan TNI Angkatan Darat (Puspenerbad) di Poso. Helikopter Bell-412 EP yang ditumpangi 13 anggota TNI jatuh dan menewaskan semua penumpang pada 20 Maret 2016. Mereka sedang bertugas untuk mengejar teroris jaringan Muhajidin Indonesia Timur.
Selain helikopter, kecelakaan alutsista TNI AD terjadi juga pada Tank M113 yang ditumpangi siswa TK-PAUD untuk kegiatan pengenalan luar ruangan di Purworejo, Jawa Tengah. Tank itu terperosok ke dalam Sungai Bogowonto pada 10 Maret 2018. Seorang tentara dan guru meninggal setelah tank meninggal.
Pada sisi matra TNI Angkatan Laut terdapat dua kecelakaan kapal sebelum KRI Nanggala-402. Kedua kapal TNI AL itu yakni KRI Rencong-622 pada 2018 dan KRI Teluk Jakarta-541 pada 14 Juli 2020. Dalam kecelakaan kapal permukaan laut itu korban berhasil diselamatkan.
Kecelakaan terbaru terjadi pada pekan lalu menyita perhatian publik. Kali pertama kapal selam Indonesia KRI Nanggala-402 dinyatakan tenggelam dan semua awak kapal berjumlah 53 semuanya meninggal. Duka menyelimuti seluruh negeri dan selama sepekan ini sejumlah instansi negara mengibarkan bendera setengah tiang.
Para analis militer dan anggota DPR RI yang membidangi pertahanan mendorong agar ada evaluasi menyeluruh alutsista TNI terkait rentetan kecelakaan, terutama setelah KRI Nanggala-402.
Susaningtyas Kertopati, analis militer dan mantan anggota Komisi I DPR menyebut pemerintah agar evaluasi alutsista yang dimiliki, termasuk sistem perawatan serta kebijakan anggaran pertahanan dan penerapannya.
Anggota Komisi I DPR RI Hasbi Anshory meminta pemerintah mengaudit sistem perawatan, perbaikan dan pemeriksaan atau maintenance, repair, overhaul (MRO) yang melakukan perbaikan kapal selam KRI Nanggala 402. “Saya mendorong Badan Pemeriksa Keuangan, Kementerian Pertahanan, dan TNI mengaudit terhadap sistem MRO yang memperbaiki kapal selam Nanggala 402,” kata Hasbi.
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto sejak proses pencarian KRI Nanggala-402 berlangsung sudah menjanjikan modernisasi alutsista. Kini, setelah seluruh awak kapal selam itu dinyatakan meninggal, mereka mendapat kenaikan pangkat satu tingkat dan diberi penghargaan bintang jasa Jalasena oleh Presiden Jokowi. (tirto)